Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan agama yang lahir para calon cendekiawan Muslim, mereka juga memiliki mandat untuk melaksanakan misi pendidikan berdasarkan Pasal 1 (1) UU No. 20 tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kekuatan spiritual yang religius, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, karakter mulia dan keahlian yang dibutuhkanya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, mempunyai arti dan peranan yang sangat besar dalam pengembangan dan kelestarian Islam serta kebangkitan dan pembangunan bangsa dan negara. Kemampuan pesantren bukan saja dalam pembinaan pribadi Muslim, melainkan bagi usaha mengadakan perubahan dan perbaikan sosial dan kemasyarakatan. Pengaruh pesantren tidak saja terlihat pada kehidupan santri dan alumninya, melainkan juga meliputi kehidupan masyarakat sekitarnya. Pesantren dengan segala macam nama, model, dan bentuknya merupakan bagian dari nafas sejarah bangsa Indonesia yang keberadaannya sangat signifikan terhadap perkembangan pendidikan bangsa. Tidak sedikit kalangan pengkaji Islam Indonesia menyebut pesantren sebagai kampung peradaban, artefak peradaban Indonesia, subkultur, institusi kultural, dan lain sebagainya. Bahkan hasil penelitian seputar pesantren baik yang dilakukan oleh para sarjana pribumi maupun Barat—di antaranya sudah banyak yang dipublikasikan dan diterbitkan dalam bentuk buku seperti karya Karel A. Steenbrink, Clifford Geertz, Zamakhsayri Dhofier, Haidar Putra Daulay, Hiroko Horikoshi, dan masih banyak buku-buku lain yang berbicara tentang tradisi pesantren merupakan petunjuk terhadap peran besar pesantren dalam membentuk karakter umat Islam Indonesia. Arah pembaruan pesantren, dengan misi awal adanya perubahan sosial yang dilakukan, tidak terlepas dari pengaruh yang kuat dari seorang kiai, pimpinan pesantren yang memiliki otoritas tertinggi di dalam strata keilmuan pesantren, sebagai faktor internal yang menyebabkan adanya perubahan sosial yang ditimbulkan dari adanya pesantren.
Peran kiai/gus/pimpinan dalam memimpin pesantren, lewat pengajaran keislaman, membawa pengaruh yang signifikan dalam membentuk pola pikir, cara pandang, paradigma masyarakat dalam memandang realitas kehidupan ini. Ketika masyarakat sudah memiliki paradigma hidup yang jelas maka akan mudah dalam melakukan arah kebijakan untuk mentransformasikan berbagai bentuk perubahan sosial.
Peranan Pengasuh/Kyai dalam pesantren yang paling terasa pengaruhnya bagi masyarakat dalam melakukan perubahan sosial adalah lewat peran kiai/gus dalam hal ia sebagai seorang guru yang mengajarkan berbagai dasar keilmuan yang dibutuhkan dan mentransfer keilmuan masyarakat untuk benar-benar memahami ajaran Islam secara universal.
Pondok Pesantren Zainal Abidin Brani Kulon Maron Probolinggo selain memupuk dan mengasah spiritual santri, mereka diajarkan pula bagaimana bersikap kepada sosialnya atau orang-orang yang ada di sekelilingnya seperti guru, teman yang umurnya lebih tua ataupun yang lebih muda serta kepada teman yang sebaya. Istilah yang digunakan adalah mengasah Sholeh sosial santri agar nanti bukan hanya pandai atau mahir dalam bersikap secara vertikal (Hablum Minallah), tapi juga secara horizontal (Hamblum minan nas wa hablum minal ‘alam) atau kepada sesamanya mereka juga bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar